Mati Itu Mahal

1/18/2018


Waktu saya masih SD, ada satu percakapan random yang saya ingat antara orangtua saya yang sedang menjemput, dengan teman SD saya dan orangtuanya yang kebetulan sedang berada bersama saya. Sebuah percakapan basa-basi yang berujung pada godaan ala ala orangtua: “Bilang dong sama mama kamu kalau mau adek”. Saya, yang masih anak unyu-unyu—seperti kebanyakan anak SD unyu-unyu lain yang belum mendapat pelajaran biologi tentang reproduksi—selalu saja aneh dengan celetukan yang hanya bisa dimengerti oleh orangtua itu. Biasanya kalau dibilang begitu sama orangtua teman, saya akan menjawab, “adek kan yang ngasih Tuhan, bukan terserah mama”. Namun tidak dengan teman saya ini. Dia menjawab dengan antimainstream dan tak terduga: “Bayi zaman sekarang kan mahal”. Jawaban itu saking melawan-arus-utama-nya menuai pujian dari orangtua saya, “wah iya bener, pinter ya kamu”. Jawaban itu juga memberi saya kesadaran untuk pertama kalinya kalau punya anak adalah sebuah perkara yang mihil.

Jika menghadirkan seseorang ke dunia itu mahal, bagaimana dengan mengantarnya pergi dari dunia?

Ternyata, mati, sebagaimana hidup, juga mahal. Mari kita iseng-iseng menghitung. Dari yang paling utama yakni mencari tanah pemakaman, sampai jenazah dikebumikan, kira-kira membutuhkan biaya-biaya berikut:

Tanah pemakaman                                                                : Rp. 4.000.000
Sewa tenda dan kursi untuk orang melayat                          : Rp. 1.500.000
Snack untuk orang melayat (200 orang)                               : Rp. 500.000 (@2.500)
Sewa ambulans                                                                      : Rp. 500.000
Ongkos penggali kubur (2 orang)                                          : Rp. 500.000
Bunga                                                                                     : Rp. 200.000
Papan nama                                                                            : Rp. 100.000
Berkat dan snack ngeriung                                                     : Rp. 1.500.000
Kijing                                                                                      : Rp. 2.000.000

                                                                                                                                                +
Total                                                                                         : Rp. 10.300.000

Kalau dihitung, untuk mati saja, kira-kira kita akan menghabiskan dana sekitar Rp. 10.300.000. Lumayan bukan? Itupun belum termasuk tektek bengek semacam kain kafan, sabun, minyak kasturi, daun bidara dan lain sebagainya. Belum termasuk peti juga jika menggunakan peti.  Memang sih biaya ini masih bisa dikurang-kurangi dalam keadaan tertentu. Misalnya, kita tidak perlu mengeluarkan biaya tanah pemakaman kalau dikuburnya di kampung yang biasanya terdapat banyak tanah wakaf yang diperuntukan untuk kuburan. Pun dengan biaya-biaya lain seperti kebutuhan tenda kursi dan makanan untuk yang ngeriung, di tempat yang jiwa sosialnya masih tinggi mungkin sudah ada sistem iuran di RT atau tetangga-tetangga yang membantu untuk urusan itu, ya ngasih kacang, beras, kopi, gula, dan sebagainya itu kan lumayan. Namun itu juga kalau si mayit adalah orang yang akrab dan aktif bermasyarakat sehingga dikenal baik oleh tetangga kanan-kirinya ya. Kalau orangnya hikikomori ya jangan berharap dulu.

Yah pada akhirnya mahal atau tidak itu tergantung kemampuan masing-masing sih. Biaya di atas cuma perkiraan untuk mengurus pemakaman yang standar. Jika kita #horangkayah dan ingin dimakamkan di bukit pemakaman elit nan indah asri seperti yang ada di Karawang itu, yang harga lahan kuburnya 30 jutaan itu, ya silahkan dihitung ulang. Namun kalau bukan, dan sepuluh juta untuk urusan mati adalah angka yang mahal buat kita, maka pilihannya cuma dua:

mulai dipersiapkan

atau hiduplah selamanya.

ENJOY YOUR DAY!

Ditulis oleh Ramy Dhia
Seorang mahasiswa arsitektur yang mencintai dunia desain, teknologi, pop culture, dan penulisan. Ngeblog sejak 2010 dan mulai ngeVlog di Youtube sejak 2014. Hobi nonton TV Series dan merupakan pemain abadi dari game Harvest Moon: Back to Nature.
NB: Bercita-cita ingin menguasai dunia.


You Might Also Like

0 comments

Page Ranking Tool
DMCA.com

I'm in

postimage
Mutsurini Team
Komunitas Online Kab.Tangerang Warung Blogger