Dari dua pengalaman gue dengan si tante menor dan bapak melas yang sudah gue ceritakan, pertanyaan satu milyarnya adalah : Lebih baik mana
A. Tetap pertahankan kebaikan hati dan selalu siap membantu orang walau kita tahu bahwa banyak orang jahat di luar sana yang siap menipu dan memanfaatkan kita demi tidak mengkhianati kemungkinan bahwa masih ada orang yang minta tolong beneran,
atau
B. Meningkatkan kehati-hatian kita, kritis, dan curiga kepada setiap orang yang minta tolong dan tidak mudah percaya dengan orang?
Memilih A adalah menggantungkan semuanya kepada kemungkinan bahwa orang yang minta tolong siapa tahu beneran butuh bantuan, jadi tetep harus berpikiran positif. Sebenernya dua kasus yakni tante menor dan bapak melas juga kalo mau berpikiran positif, ya bisa aja mereka beneran butuh bantuan. Terutama yang bapak melas. Tapi berpikiran positif kan bukan berarti kita jadi orang polos dan gak curiga sama sekali. Gue pikir, selama otak kita jalan, akan selalu timbul perasaan curiga kepada orang asing yang gelagatnya aneh yang minta tolong ke kita --terutama kalo lu pernah ketipu sebelumnya, atau punya pengalaman buruk dengan orang asing. Itulah yang ada di pikiran gue waktu si tante menor minta uang lebih, dan si bapak melas menjelaskan jalan dengan cara aneh. Dan karena rasa curiga tapi tetep kita jalanin itulah menjadi dilema. Kalo kita ketipu karena kita emang polos mah gak bakal nyesek, yang nyesek itu kalo kita udah curiga, tapi tetep gak berdaya buat nolak. Rasa gak berdaya dan merasa diri goblok karena bisa ditipu itulah yang bikin nyesek. Memilih A memang bisa menghidari dari rasa ini, dengan mempercayai bahwa uang yang kita keluarkan akan bermanfaat, tapi ya artinya kita "rugi". Pikiran tentang rugi pun sebenernya bisa dikesampingkan. Orang yang berprasangka baik, walau sering ditipu, akan selalu ada kebaikan yang menggantikian kerugiannya kan. Lagian kalau kita ikhlas --walau yang kita berikan tidak tepat sasaran sekalipun-- tetap akan dapat ganjaran.
Memilih B berarti mencoba berhati-hati agar gak ketipu lagi. Namun akan sedikit membuang kepercayaan kepada orang. Gak akan ada lagi gerak cepat membantu, semua harus dikritisi dulu biar gak ketipu. Gak ada lagi peka dan gak ada lagi empati. Memilih B dengan belajar menolak dan selalu kritis juga berarti belajar dari kesalahan.
Menurut temen-temen mendingan yang mana?
Selain dilema di atas, ada juga satu yang mengganggue gue. Seperti sempet disinggung sebelumnya, ditipu punya efek samping bikin kita kesel sama diri sendiri, "kok goblok banget sih bisa ketipu?" dan sebagainya. Mungkin ada yang pernah baca tulisan gue yang ini (Jualan atau Nodong, sih?) ? Di situ juga kan gue cerita tentang ketidak berdayaan gue ditipu untuk membeli sebuah produk krim abal-abal. Gue pun mulai bertanya, kenapa gue? kenapa gak ada perkembangan dari dulu sampe sekarang gini-gini terus? Apakah tampang gue emang tampang yang gampang ditipu dan keliatan polos dan bego sehingga selalu dijadikan sasaran?
Mungkin iya, tapi ini juga punya arti lain. Seperti perkataan salah satu karakter di manga school life favorit gue, A Bad Boy Drinks Tea!
Jadi, mungkin gue orang baik (sial padahal gue mau jadi penjahat yang menguasai dunia). Dan untuk kalian orang baik lainnya, berhati-hatilah.
Mungkin iya, tapi ini juga punya arti lain. Seperti perkataan salah satu karakter di manga school life favorit gue, A Bad Boy Drinks Tea!
"Orang baik itu memancarkan aura, makanya sering ditanyai jalan atau diminta tolong macam-macam." - J
Jadi, mungkin gue orang baik (sial padahal gue mau jadi penjahat yang menguasai dunia). Dan untuk kalian orang baik lainnya, berhati-hatilah.
ENJOY YOUR DAY!