Inilah Alasan Kenapa Penahanan Florence Itu Lebay

9/02/2014


Saat hingar-bingar tentang Florence Sihombing yang menghina warga Jogja di status Path nya terdengar di internet, gue langsung mikir "oh terjadi lagi". Ya, kasus tentang seseorang yang dibully karena status Path nya yang berisi curhatannya dan kekesalannya kembali terjadi, setelah sebelumnya pernah terjadi kepada seorang wanita yang mencurahkan kekesalannya di status Path tentang ibu hamil. Waktu itu gue tetap memandangnya dari sisi yang sama seperti kasus sebelumnya, yaitu dasar dari menggunakan Path, dan konsep dari Path itu sendiri sebagai media sosial yang "tertutup" (hanya diperuntukan bagi orang-orang terdekat). Masih banyak yang belum paham tentang konsep dari Path ini--padahal juga bisa baca di deskripsi aplikasinya sebelum didownload--dan masih banyak yang seenaknya menerima orang di daftar temannya walaupun bukan teman yang dekat dan bisa dipercaya. Jadi kesimpulan gue waktu itu sama, kesalahan Florence yang terbesar adalah karena dia berteman dengan orang yang tega mengambil screenshot status Path nya dan disebarkan ke media sosial sehingga dia dibully.

Tapi ternyata, bukan hanya sanksi sosial yang diterima Florence, bully-an di twitter dan meme "Ratu SPBU" yang memajang fotonya ternyata belum cukup, dia juga harus masuk penjara gara-gara kasus ini. Di sinilah serunya, orang yang ditahan karena menumpahkan uneg-unegnya di Path menjadi perbincangan banyak orang, tertutama penggiat media sosial. Banyak yang menyayangkan kejadian ini karena dinilai berlebihan, termasuk gue, bahkan bisa dibilang lebay. Kenapa? Mari kita simak bersama.



Florence dipolisikan karena dinilai melakukan tindakan pencemaran nama baik kepada Jogja melalui status Pathnya. Tapi menurut gue tidak ada yang salah dengan apa yang dia lakukan. Bukan, gue belum mempermasalahkan isi statusnya atau tindakan dia di SPBU, tapi tindakan dia yang menumpahkan kekesalannya di Path sebenarnya fine-fine aja. Manusiawi sekali kalau kadang kita marah dan kesal terhadap sesuatu dan butuh tempat untuk memuntahkan kekesalan kita itu. Kita tentu sekali-dua kali--bahkan mungkin sering-- nyeletuk tentang sesuatu, apalagi kalau lagi kesal, sama juga dengan Florence yang nyeletuk di Pathnya setelah mungkin capek antre di tempat antrean mobil--yang mungkin dia kira itu ide yang bagus dan cerdik--tetapi akhirnya ditolak dan harus capek lagi antre di tempat antrean motor yang panjang, ditambah sorakan dari pengantre lainnya, tentu "wajar" (pakai tanpa kutip karena tetep aja gak wajar untuk tingkat pendidikan seperti dia yang seharusnya bisa berpikir dulu baru berbicara) jika dia emosi sesaat.

Tapi kan tetep aja salah karena dia menumpahkannya di media sosial, dan sudah sewajarnya kalau dia marah-marah di ruang publik--media sosial itu juga termasuk ruang publik--maka siap menerima sanksinya?

Benar, siapapun harus siap menghadapi resiko atas apapun tindakan mereka apalagi di ruang publik, mungkin kalau Flo menulisnya di facebook dan twitter, tidak ada pembelaan apapun dari gue, tapi dia nulisnya di Path, yang--menurut pembuatnya sendiri--memang "difungsikan untuk itu". Menurut gue di antara media sosial lain, Path lah yang berada di dalam kasta tertinggi untuk bisa menerapkan "akun akun gue, semau gue" (tapi tetep prinsip ini sama sekali salah). Path memang dibuat "tertutup", buat berbagi pikiran kita kepada orang-orang terdekat, orang-orang yang harusnya membuat segalanya lebih baik ketika kita nulis status sedang sedih atau marah, bukan membuatnya lebih buruk dengan screenshot dan menyebarkannya di internet sehingga kita kena bully. Untuk konsep Path dan yang berkaitan dengan ini, udah dibahas tuntas di postingan gue sebelumnya.

Makanya gue bingung, kenapa tidak pernah dibahas tentang orang yang capture status Path nya Flo, yang pertama kali menyebarkan, yang memicu keributan dan menyiram minyak tanah ke 
api? Ditambah lagi, tau sendiri netizen Indonesia kayak gimana, gampang latah, ikut-ikutan ngebully, langsung bermunculan meme-meme yang jadi becandaan, tanpa tahu, bahwa sebenarnya Path itu "tertutup" (harusnya). Sangat kuat sekali dasaran tentang prinsip Path ini sebenarnya kalau pengacara Flo mau angkat dan menyeret si peng-capture status itu.

plis ini gak perlu banget
Dari sisi hukum juga sebenarnya bisa diliat lagi, Flo dijerat dengan UU ITE tentang pencemaran nama baik, memang nama baik siapa yang dicemarkan? apakah isi statusnya benar pencemaran nama baik? atau pendapat? atau seperti apa? Apakah harus dengan UU ITE? Tapi gue gak mau bahas di sini karena gue gak ngerti banget soal itu, tapi bisa dikaji sendiri kalau melihat di sini, sebenarnya penghinaan atau pencemaran nama baik itu apa dan apa objeknya.

Gue sangat setuju sekali dengan apa yang dikatakan Om Nukman di BeritaSatu ini, informasi yang memang harus diketahui publik, yang intinya pisahkan antara Flo yang ngawur dan penerapan UU ITE :



Kayaknya gue harus buat dua disclaimer sebelum mengakhiri post ini :

Yang pertama: Gue bukannya membenarkan Flo atas tindakannya yang marah-marah di internet, apalagi mendukung. Gue cuma bilang kalau sampai ditahan itu berlebihan dan lebay. Gue setuju kalau dia sembrono, dan tidak dewasa dalam menggunakan media sosial, apalagi diliat bukan cuma status Path nya, dari twitternya pun terlihat kalau dia masih seperti anak SMP yang lagi PMS baru megang twitter, sama sekali tidak mencerminkan tingkat pendidikannya. Dan gue juga sepakat bahwa dia harus dikasih pelajaran, dan dia sudah mendapatkannya, banyak malah. Udah banyak yang ngasih tau dia, mengkritisi, membully, dibikin meme, dipermalukan (yang mungkin aja di antara itu semua justru malah ada yang mencemarkan nama baik dia, bisa aja). Dia juga udah dipanggil oleh komite etik UGM untuk dimintai keterangan. Sudah banyak lah sanksi sosial yang diterimanya, dan lebih-kurangnya pantas dia dapatkan, sebagai akibat dari tindakannya. Dan jangan lupa dia juga sudah meminta maaf kepada warga Jogja, UGM, Sri Sultan, dan menutup akun twitter dan facebooknya, She got the lesson (likely).

Yang kedua: Gue paham bahwa gugatan terhadap Flo tidak mewakili semua warga Jogja, melainkan hanya dilayangkan oleh satu LSM. Gue paham kalau masih banyak warga Jogja yang pemaaf, yang tidak mungkin cepat tersulut, yang bukannya mendekati apa yang Flo bilang. Sedihnya adalah, pasti banyak yang membesar-besarkan ini, yang ikut membully dengan membati-buta padahal dia bukan orang Jogja. Gue juga sebagai bukan orang Jogja gak tau rasanya kota yang kita cintai dihina seperti itu, makanya gue gak ikut-ikutan ngebully, tapi masih banyak yang ikut-ikutan ngebully sehingga kesannya warga Jogja itu sentimentil sekali dan pendendam, mereka gak sadar, bahwa tindakan mereka bisa membuat masalah yang lebih besar seperti isu SARA (waktu itu ada thread di kaskus atas nama keluarga besar Sihombing yang tidak terima Flo dibully dan dibikin meme, tapi gue coba cari lagi udah dihapus threadnya, coba bayangin, ini jadi nambah serius). Jadi, gue gak nyalahin warga Jogja sama sekali di sini.

Terakhir, Flo itu cuma butiran debu dibandingkan dengan Jogja, dan kalau mau dicari tentu banyak orang yang seperti Flo, yang suka gak mikir sebelum berbicara, yang suka menghina seenaknya, tapi seberapa pantaskah menghabiskan energi kepada mereka-mereka itu? Cukuplah mereka mendapat sanksi sosial, biar tahu, gak perlu demo-demo dan diperkarakan panjang segala, itu lebay. Kita emang harus tetep bijak dalam menggunakan media sosial, kita gak boleh lupa kalau itu juga ruang publik, dan ada orang lain selain kita di sana, bahkan Path sekalipun. Dan kita juga--netizen Indonesia--kayaknya harus dapet pelajaran biar gak latah dan ikut numpahin pertamax ke kobaran api (yoi, pakenya pertamax).

ENJOY YOUR DAY!

Ditulis oleh Ramy Dhia
Seorang mahasiswa arsitektur yang mencintai dunia desain, teknologi, pop culture, dan penulisan. Ngeblog sejak 2010 dan mulai ngeVlog di Youtube sejak 2014. Hobi nonton TV Series dan merupakan pemain abadi dari game Harvest Moon: Back to Nature.
NB: Bercita-cita ingin menguasai dunia.


You Might Also Like

10 comments

  1. Jempolmu = harimaumu :(
    Seharusnya yang screenshoot juga kudu kena hukuman tuh mz!

    BalasHapus
  2. Ikut prihatin sama yang ini :

    Sedihnya adalah, pasti banyak yang membesar-besarkan ini, yang ikut membully dengan membati-buta padahal dia bukan orang Jogja.

    xD

    BalasHapus
  3. iya, sebenernya yang nyebarin jg harus kena, paling ga dibuatin meme gitu :D

    BalasHapus
  4. Siapa yang mengcapture dan menyebarkannya harus diadili juga itu, mencemarkan nama baik seseorang juga berarti ya...

    BalasHapus
  5. @Arul Ivansyah
    seru kali ya kalo ada meme nya juga :D

    BalasHapus
  6. @Adi Pradana
    gak tau juga kalo pencemaran nama baik apa enggak, yang jelas memicu keributan yg mungkin akibatnya ada yg mencemarkan nama baik

    BalasHapus
  7. Antara kasihan dan dia emang salah, lalu berhak dapat kayak gitu.

    BalasHapus
  8. Gue sebenernya sempet marah abis sama kak flo bro. Secara, dia itu lagi ambil S2 hukum. Eh kok tingkahnya masih kaya anak SMA. Ambil di UGM lagi.

    Mungkin masyarakt juga terlanjur emosi sama mba florence. Jelas, siapa sih yang gak marah tanah kelahirannya dihina abis"an?

    Yah, haraapan gue sih semoga kasus ini segera selesai.

    BalasHapus

Page Ranking Tool
DMCA.com

I'm in

postimage
Mutsurini Team
Komunitas Online Kab.Tangerang Warung Blogger