Tidak Update Blog Lagi tapi Tidak Merasa Bersalah Lagi

9/07/2025


Setiap ada e-mail dari idwebhost yang mengingatkan saya untuk memperpanjang domain blog ini, rasa bersalah selalu menyeringap. Sudah berapa lama saya tidak menulis di sini? Tahun ini, adalah tahun ketiga e-mail itu datang, yang mana belum ada tulisan baru di blog ini dari sejak e-mail tersebut datang di tahun sebelumnya. Bayangkan, terakhir saya menulis di blog ini adalah tahun 2022. Saat itu sepertinya Generative AI belum se-mainstream sekarang, saya pun masih bekerja di kantor saya sebelumnya.

Oh ya, dan saya belum menikah.

Gila! Saya dulu menulis tentang apa saja yang baru saya alami, mulai dari melewati badai untuk ke warnet sampai memberi kejutan ulangtahun ke wali kelas di SMA. Sekarang, momen terbesar dalam hidup saya saja--yaitu pernikahan--tidak saya tulis, ataupun sekadar update di blog ini saja tidak.

Jelas bahwa blog ini sudah bukan menjadi bagian yang begitu sentral di hidup saya. Bukan lagi menjadi sepaket dengan mencicipi pengalaman hidup dan menjalani keseharian. Tak hanya itu, saya-nya pun sudah berubah. Saya di September 2025 adalah saya yang berbeda dengan saya di tahun 2022. Apalagi dengan saya di tahun 2011, tahun di mana blog ini paling produktif. Bahkan ada hal besar yang baru saya ketahui tentang diri saya sendiri yang sebelumnya belum saya ketahui saat menulis di blog ini terakhir kali (mungkin suatu hari akan saya bahas di sini).

Fakta bahwa blog ini sudah bukan lagi menjadi bagian integral dari cara saya menjalani pengalamna hidup, tentunya membuat saya sedih dan merasa bersalah setiap kali memperpanjang domain blog ini. Namun sekarang, saya sudah mulai bisa menerimanya. Mungkin memang seperti itu lah evolusinya, toh memang media blog sendiri juga sudah ditinggalkan netizen dan industri digital--yang adalah sebuah pertanda baik dan juga pertanda buruk. Mungkin memang sudah saatnya saya menerima hal itu dan mencari positioning baru blog ini dalam kehidupan saya.

---

Saya lupa siapa. Saya lupa di mana. Saya lupa kapan. Namun yang jelas di suatu obrolan dengan teman-teman narablog saya dulu, ada satu senior yang memberi tips untuk mengusahakan menulis postingan blog satu tulisan setiap hari. Dia biasa melakukannya sebelum dia tidur. Waktu itu tips itu terdengar sangat do-able, walaupun saya sendiri pada saat itu belum bisa menjalankan hal tersebut dengan disiplin. Namun jika seseorang memberikan tips tersebut sekarang, rasa-rasanya saya akan menganggap hal itu sangat tidak realistis dengan attention span saya yang sudah sangat berkurang ini.

Kenapa ya dulu saya di 2011 bisa menulis panjang dan banyak tanpa terdistraksi? Padahal sekarang internet saya lebih kencang, laptop saya lebih nyaman untuk mengetik, dibandingkan komputer dengan monitor CRT tempat saya ngeblog dulu yang membuat mata sakit. Di sisi yang lain, saya merasa salah satu bagian dari menerima role blog saya yang baru adalah berhenti mempertanyakan itu. Karena ujung-ujungnya saya akan sampai pada tempat yang sama: rasa bersalah.

Kemudian di tahun 2025, di sebuah siniar, Raditya Dika cerita kalau dia sekarang menulis satu kalimat satu hari sebelum tidur tentang highlight di hari tersebut. Jika menulis satu tulisan terlalu panjang, ini satu kalimat saja. Dia membagikan tips tersebut ke rekan-rekan standup comediannya dan sekarang beberapa di antaranya sudah menerapkan tips dari Radit tersebut.

Dulu saya merasa menulis blog itu penting untuk merekam pengalaman hidup saya agar nanti bisa dibaca kembali dan mengingat kembali momen-momen bahagia atau momen-momen jahanamnya.

Namun sebenarnya, menulis juga berarti berpikir.

Ia bukan hanya tindakan merekam dan mengabadikan untuk masa depan, tapi tindakan menulisnya sendiri memaksa otak kita untuk berpikir untuk saat itu juga. Otak akan berjibaku untuk bisa berpikir secara runut dan rapi, sehingga idenya bisa diejawantahkan dalam bentuk tulisan untuk "ditransfer" ke pembaca. Tanpa pikiran yang "dirapihkan" dengan proses menulis, tulisan tidak akan bisa jadi. Atau setidaknya, tulisan yang enak dibaca tidak akan bisa jadi.

Fungsi kedua inilah yang sering saya lupakan dan kembali diingtakan oleh Raditya Dika. Menulis momen di hari itu dalam satu kalimat dalam sebuah catatan kecil, adalah tindakan untuk "memaksa" otak berpikir: "kamu hari ini mengecap hidup. Ini yang kamu rasakan di potongan kecil hidupmu". Tidak tiba-tiba hidup lewat begitu saja di tengah hiruk-pikuk deadline dan meeting weekend lalu kita bercermin dan ternyata sudah tua.

Menulis menjadi mesin waktu bukan hanya dalam artian bisa membuat kita kembali ke masa lalu ketika membaca tulisan kita lagi, tapi ia juga bisa melambatkan waktu karena memaksa kita merasakan dan mengecap tiap momen kehidupan.

Saya harus selalu memaksa otak saya untuk bepikir, maka saya masih harus dan butuh menulis.

(Note: saya menemukan ini adalah hal yang lucu di mana Raditya Dika adalah panutan narablog muda angkatan saya dahulu dengan gaya menulisnya yang khas dan jadi tren, lalu kembali menjadi inspirasi saya setelah dia pun sudah tidak menjadi narablog)

---

Pada akhirnya saya masih mencari, di mana role dan positioning blog ini di kehidupan saya ke depannya. Mungkin seperti yang sudah saya ceritakan tadi, ia akan menjadi partner untuk memaksa otak saya agar senantiasa selalu dipaksa berpikir, atau, seperti tiga tahun ini, ia akan menjadi penjaga memori yang akan saya jaga untuk tidak mati dengan tetap memperpanjang domainnya walaupun tidak lagi ada tulisan baru.

Yang manapun itu, sekarang saya sudah terima tanpa rasa terbebani dan berdosa lagi.


ENJOY YOUR DAY!

Ditulis oleh Ramy Dhia
Seorang mahasiswa arsitektur yang mencintai dunia desain, teknologi, pop culture, dan penulisan. Ngeblog sejak 2010 dan mulai ngeVlog di Youtube sejak 2014. Hobi nonton TV Series dan merupakan pemain abadi dari game Harvest Moon: Back to Nature.
NB: Bercita-cita ingin menguasai dunia.


You Might Also Like

0 comments

Page Ranking Tool
DMCA.com

I'm in

postimage
Mutsurini Team
Komunitas Online Kab.Tangerang Warung Blogger