Kenapa Kita Bertanya?

8/09/2016


Seperti yang mungkn lu udah ketahui, beberapa postingan gue dimulai dari pertanyaan: Kenapa Kita Percaya Teori Konspirasi? Mungkinkah Manusia Membuat Gundam? Kenapa Tahun Baru Harus 1 Januari? Iya, gue orangnya emang banyak nanya. Pasti lu juga sudah sering mendengar perkataan bijak yang dibilang orang-orang tua dari zaman baheula: “malu bertanya sesat di jalan”, yang menekankan pentingnya untuk bertanya. Tapi pernah gak sih lu bertanya-tanya: kenapa kita bertanya? Ya, kenapa kita memutuskan untuk mengajukan pertanyaan? Apakah kita udah bisa bertanya dari sananya atau kita belajar untuk bisa bertanya? Dan yang paling penting, apakah kemampuan bertanya ini dimiliki oleh hewan lainnya, atau eksklusif hanya milik manusia semata? Hmmm.. *ngelus-ngelus jenggot* *jenggot kambing garut*

Bagi yang males atau gak mood baca, postingan ini ada versi vlognya yang bisa ditonton di youtube gue ini. Kalau gak mau buffer atau sayang quota, yok lanjutkan saja.



Buku yang ditulis oleh Joseph Jordiana, Who Asked The First Question? adalah bacaan yang bagus yang banyak bahas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seputar pertanyaan tadi. Bukunya bisa kita download gratis di sini. Jadi, kenapa kita bertanya? Ya, mungkin kita semua udah tahu jawabannya ya, secara umum, kita bertanya karena kita ingin mengetahui sesuatu yang kita tidak tahu yang mungkin orang lain tahu. Ya iya sih kadang ada juga yang bertanya buat ngetes apa orang yang ditanya tahu jawabannya apa nggak (misalnya, guru yang ngasih pertanyaan ke anak murid), atau kita bertanya sesuatu yang kita udah tahu jawabannya buat ngecek kalo yang ditanya bohong apa nggak (kayak yang sering dilakukan cewek #eaaa), tapi kebanyakan kita bertanya untuk mendapat pengetahuan baru yang belum kita ketahui, kayak "berapa skor pertandingan bola yang kita gak nonton semalem karena ketiduran?", "berapa nomor handphone orang yang kita taksir?", atau "kenapa laki-laki punya puting padahal gak bisa netein bayi?" (abis ini gue mau googling jawaban ini). Tergantung dari informasi apa yang kita pengen dapet, kita nanya berbagai macam sumber, kita tanya orangtua, kakak, adek, guru, temen, nanya di internet, ke yahoo answer, quora, ask.fm, atau kita telepon Mamah Dedeh.  Kita sudah bertanya sepanjang hidup kita. Kita bertanya bahkan sebelum kita bisa ngomong dengan bener. Kita punya banyak pengetahuan karena kita selalu bertanya bermacam hal dan mencari jawabannya. Pertanyaan dari abad ke15 bisa saja baru ditemukan jawabannya di abad 20, ada juga pertanyaan yang udah tua banget tapi belum diketahui jawabannya sampe sekarang. Bro, kita bahkan bisa jawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi, inget pacar kalo lagi ngambek?

“kamu marah ya?”
“menurut kamu?”

Udahlah, pokoknya kita jago banget dalam hal tanya-menanya.


Lalu apakah kemampuan untuk bertanya adalah milik manusia doang? Ataukah ada hewan lain yang juga bisa bertanya?


Sudah banyak kera besar dalam eksperimen yang diajarin komunikasi lewat bahasa isyarat untuk bisa berkomunikasi dengan manusia. Mereka bisa mengerti permintaan yang kompleks, bisa mengerti pertanyaan dan memberikan respon, tapi tidak ada satu kera besar pun yang diajari bahasa isyarat, yang menggunakan kemampuan komunikasinya itu untuk bertanya kepada pelatihnya. Tidak ada. Satu-satunya hewan selain manusia yang pernah menanyakan pertanyaan eksistensial adalah Alex, seekor burung kakaktua abu-abu Afrika yang merupakan subjek penelitian selama 30 tahun dari tahun 1977 sampai 2007 di University of Arizona, kemudian dipindah ke Harvard University dan Brandies University. Kisah Alex bisa dibaca di buku Alex & Me yang ditulis oleh Irene Pepperberg, ilmuan yang mempelajari dan memelihara Alex. Alex mampu mengenali berbagai macam objek, mengenal konsep warna, bentuk, bahan, besar-kecil, sama-berbeda, bisa menghitung sampai 6, dan masih banyak lagi. Suatu hari Alex melihat ke cermin lalu bertanya “what color?”, menanyakan dia warna apa, dan belajar warna abu-abu, setelah dikasih tahu 6 kali: "grey". Ini membuat Alex adalah satu-satunya hewan selain manusia yang pernah menanyakan pertanyaan eksistensial, walau beberapa beranggapan itu hanya kebetulan.


Apakah ini berarti hewan tidak memiliki curiousity atau rasa penasaran? Beuh.. siapapun yang punya hewan peliharaan--dari kucing yang antusias sama sinar laser sampai anjing yang bingung liat kucing yang antusias sama sinar laser--pasti setuju kalau hewan punya rasa penasaran, jadi pasti bukan itu masalahnya. Ini menunjukkan kalau mereka tidak mengerti Theory of Mind atau Teori pikiran, bahwa kita memiliki pikiran yang terpisah dari pikiran orang lain, dan bahwa pikiran orang lain memiliki pengetahuan yang berbeda, yang dapat digunakan sebagai akses menuju informasi yang kita gak tahu. Bahkan manusia sendiri gak dilahirkan dengan pemahaman teori pikiran ini, dan ada sebuah penelitian terkenal yang meneliti pada umur berapa manusia pertama kali mengenali konsep teori pikiran, penelitian ini disebut dengan “Sally-Anne test”. Pada tes itu, peneliti nyeritain sebuah cerita kepada anak yang diteliti. Ceritanya kayak gini:

Sally dan Anne, punya Kotak dan Keranjang di kamar, mereka juga punya sepotong kue yang enak. Lalu Sally mengambil kue itu dan meletakannya di dalam Kotak, kemudian Sally keluar dari kamar. Ketika Sally tidak ada di kamar, Anne mengambil kue yang ada di Kotak, dan menuju Keranjang dan memasukannya ke dalam Keranjang. Saat Sally kembali ke kamar, ke mana dia akan mencari kuenya?

Tentu saja dia akan nyari di dalam Kotak, karena kan di situ dia ninggalin kuenya, tapi anak kecil sampai umur sekitar 4 tahun akan menjawab kalau Sally akan nyari di dalam Keranjang, karena memang kuenya di situ. Mereka ngeliat Anne mindahin kuenya ke Keranjang, jadi kenapa Sally nggak? Mereka belum paham kalau pengetahuan mereka yang ngeliat Anne mindahin kue ke Keranjang, berbeda dengan pengetahuan Sally yang pada saat itu berada di luar kamar. Kalau gue dites kayak gitu, pastinya gue akan jawab bahwa Sally akan selalu sendiri, sampai kapanpun sendiri, hingga dia lelah menanti, hingga dia lelah menangis.


Sebenernya, gimana kita bisa belajar nanya? Dari mana awalnya?


Walau baru mengenali konsep teori pikiran pada umur sekitar 4 tahun, manusia sudah bertanya dan belajar untuk bertanya bahkan sebelum umur segitu. Yang pernah bergaul sama anak-anak kecil pasti tahu banget dah kalau anak kecil demennya nanyaaaa terus. "Itu apa? Ini apa? Kapan papa pulang? Anakmu anakmu panggil-panggil namamu". Kita sudah belajar nanya dari ketika masih bayi, dan kemungkinan besar karena tanpa sengaja diajarin sama orangtua dan orang-orang di sekitar kita. Pernah gak sih kita ngegendong bayi sambil ngajak ngomong. Nah, ngajak ngomongnya ini--disadari atau tidak--kebanyakan adalah pertanyaan, iya kan? “siapa nih ganteng banget nih?”, “mana matanya mana?”, “aduuuh ngantuk ya? iya? ngantuk iya?”. Tentu saja dalam hal ini kita gak nanya buat bener-bener dapet jawaban dari si bayi nya, tapi untuk bikin si bayinya seneng, karena ternyata dibandingkan ngomong dengan datar, bayi lebih senang kalau kita ngomong dengan intonasi pertanyaan, mereka gak jarang jadi ketawa. Intonasi pertanyaan ini juga adalah elemen yang penting dalam menanyakan pertanyaan, selain rasa penasaran. Pernah gak, kita ngomong sama orang asing yang bahasanya kita gak ngerti, tapi somehow kita ngerti kalau dia sedang bertanya? Atau sama anak kecil yang belum lancar ngomong dan kita gak tahu dia ngomong apa, tapi kita tahu dia lagi nanya? Itu karena intonasinya intonasi pertanyaan.


Bandingkan kasus dimana bayi sudah belajar bertanya tadi, dengan kasus Genie. Genie adalah anak perempuan yang ditemukan di California bersama ibunya pada tahun 1970, dia berumur 16 tahun waktu itu dan tidak bisa berbicara. Belakangan diketahui bahwa dari bayi, dia dikurung sama ayahnya dan tidak pernah mendengar bahasa manusia sama sekali. Memang pada akhirnya Genie bisa belajar ngomong dan bisa berkomunikasi dengan orang lain, tapi kalimat yang dia ucapkan terbatas cuma sampe dua sampai empat kata, mirip kalimat yang diucapkan kera besar yang diajari bahasa isyarat. Dan yang lebih penting, dia gak bisa bertanya. Dia kesulitan buat nanya, walaupun dia penasaran. Setiap dia pengen tahu nama dari sesuatu, dia cuma nunjuk aja benda itu. Padahal tes menunjukkan kemampuan intelegensi Genie normal. Ini menunjukkan bahwa kemampuan bertanya yang kita miliki memang bergantung juga dari kebiasaan mendengar bahasa dan pertanyaan itu sendiri.


Terus kalau kita manusia bisa bertanya, memang apa untungnya?


Coba bayangkan ada dua orang yang bisa bertanya dan gak bisa bertanya. Tentu saja orang yang bisa bertanya, akan bisa menyelesaikan masalah dengan lebih mudah, karena dia bisa mengakses informasi yang tidak dia ketahui dengan bertanya pada orang lain, bahkan bisa memanipulasi informasi tersebut untuk keuntungannya sendiri. Orang yang tidak bisa bertanya, mengandalkan pengetahuannya hanya kepada pengalaman yang dia alami sendiri. Keuntungan yang lebih luar biasa tentu saja datang dari kumpulan orang-orang yang bisa bertanya: sebuah masyarakat. Masyarakat yang bisa bertanya dan saling menanyakan pertanyaan akan bisa berdiskusi, melahirkan ide-ide baru, menyelesaikan permasalahan, bertukar informasi dan pengalaman, dan lain sebagainya. Memiliki kemampuan untuk bertanya adalah titik tolak yang penting bagi manusia dalam kemajuan peradabannya.


"Discussion" painting by Boris Dubrow

Maka tidak ada alasan bagi kita untuk enggan bertanya. Kemampuan bertanya adalah keunikan yang hanya dimiliki oleh manusia yang sangat sayang jika tidak digunakan. Maka setiap kali kita belum paham sama apa yang diterangin guru, tanya! Setiap ada perintah yang kita kurang sreg, tanya! Pacar jadi rada berbeda? Bales chatnya jadi singkat-singkat? Tanya! Jangan langsung ngambil kesimpulan. Bertanyalah karena memang kita, dan hanya kita yang bisa. Bertanyalah karena kita manusia. Dan jika ide bahwa kemampuan untuk bertanya adalah titik yang cukup revolusioner dalam perjalanan evolusi kita terlalu besar untuk kita tangkap, marilah kita kembali lagi ke nasihat sederhana nan bijak namun tidak mengurangi substansi tentang pentingnya bertanya: malu bertanya, sesat di jalan.

ENJOY YOUR DAY!

Ditulis oleh Ramy Dhia
Seorang mahasiswa arsitektur yang mencintai dunia desain, teknologi, pop culture, dan penulisan. Ngeblog sejak 2010 dan mulai ngeVlog di Youtube sejak 2014. Hobi nonton TV Series dan merupakan pemain abadi dari game Harvest Moon: Back to Nature.
NB: Bercita-cita ingin menguasai dunia.


You Might Also Like

14 comments

  1. Nggak nyangka serumit dan sepanjang ini penjelasannya, padahal judulnya biasa aja lho. Lanjutkan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha iya, dari satu pertanyaan sederhana pas dicari jawabannya ternyata bisa belajar banyak hal XD

      Hapus
  2. Postingan yg keren abis! Gua harap semoga setelah orang-orang baca postingan ini, mereka bisa jadi lebih cerdas dalam memilah informasi yg bertebaran di socmed pada saat ini. Kalo gak tahu, ya bertanya donk. Malu bertanya sesat di jalan, pepatah bijak yg dari kecil selalu gua pegang =)

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih bang keven :D
      iya, gue juga selalu megang pepatah bijak itu, kalo ada yang gak diketahui, ya tanya, jangan langsung bikin asumsi.

      Hapus
  3. suuuuka sama penjelasannya, aku dari kecil termasuk anak yang hobiii banget nanya walaupun katanya aku gak pernah nanya hal yang sama.

    kenapa kita bertanya? bukan berharap jawaban, hanya meminta kepastian. #lahbaper

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih~ hahaha sama, aku juga dari kecil demen nanya XD

      yah baper.. kalo belum dikasih kepastian mah jangan cuma nanya, tapi harus mulai mempertanakan #eaaa

      Hapus
  4. Wow... penjelasannya keren.
    Sampai ada beberapa bukti mulai dari Alex hingga Genie.

    Dan pernahkah kamu bertanya kepada dirimu sendiri, "siapa aku? Mengapa aku menjadi manusia? Mengapa aku menjadi Ramy? Mengapa bukan jadi Justin Bieber?" Hehehe...

    Semoga tidak ada lagi anak yang mengalami hal sama seperti Genie. Kasihan. Membayangkannya saja rasanya menyakitkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. pernaaah, semua pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti itu hahaha..
      iya, gak kebayang dah

      Hapus
  5. Gue pengin baca postingan lu, tapi font-nya nggak nyaman dibaca, asli deh.
    Spasi antar baris dan ukuran juga jenis dari tipe font-nya (misalnya Arial, ini semacam jenis narrow, yang kurus-kurus hurufnya). Tolong mata saya Pak :(

    BalasHapus
  6. Kenapa kita bertanya? Karena ingin tahu, penasaran, butuh jawaban. Gitu kan? ._.

    BalasHapus
  7. When someone writes an paragraph he/she maintains the thought of a user in his/her mind that how a user can know it. Thus that's why this paragraph is great. Thanks! itunes sign in

    BalasHapus

Page Ranking Tool
DMCA.com

I'm in

postimage
Mutsurini Team
Komunitas Online Kab.Tangerang Warung Blogger