Tahu Banyak Dari Sedikit Hal atau Tahu Sedikit Dari Banyak Hal?

1/05/2016



Lebih baik tahu banyak dari sedikit hal atau tahu sedikit dari banyak hal? Pertanyaan itu sudah memenuhi kepala gue sejak gue SMP dulu, dan di setiap kesempatan yang ada, di setiap seminar motivasi yang kebetulan banyak banget diadakan sama sekolah gue dulu—banyak banget sampe video-iklan-luar-yang-akan-disambung-sambungin-relevansinya-ke-materi-motivasi antara satu motivator dan lainnya sama dan gue udah nonton—gue selalu bertanya kepada motivator-motivator itu, lebih baik yang mana, kita tahu banyak dari sedikit hal atau tahu sedikit dari banyak hal? Yang mana rata-rata mereka menjawab lebih baik tahu banyak dari sedikit hal, sambil memberi tambahan tentang fokus atau spesifikasi keahlian. Namun kenapa walaupun gue udah dapet jawaban, tetep aja kalau ada seminar lagi, gue tanya lagi hal yang sama? Belakangan gue baru sadar, karena niat gue memang bukan bertanya, tapi mencari pembenaran.

Dari SMP, semenjak berkenalan dengan internet, gue baca apa aja yang bikin gue penasaran, gue punya banyak hobi, dan kalau ditanya pelajaran apa yang jadi favorit gue di sekolah, gue bingung jawabnya soalnya kayaknya gue suka semua pelajaran deh (sebenernya gue pengen bilang "gue jago semua pelajaran deh" karena selalu ranking 1 pas SMP, tapi takut disangka sombong. Ups, gue udah bilang). Makanya di setiap kesempatan gue mencari pembenaran akan kebiasaan gue itu dari orang yang sudah “jadi”, sampai-sampai itu jadi satu-satunya motivasi gue buat ikut seminar motivasi: buat nanya (karena ya tahu sendiri lah kalau udah terlalu sering dapet motivasi kayak gimana, jadi bosen, kalau tidak bisa dikatakan jadi kebal). Beranjak SMA, gue masuk eskul jejepangan, mulai menekuni hobi ngeblog, dan tetep gak bisa jawab pelajaran kesukaan. Gue ikut lomba-lomba blog dan memenangkan beberapa, gue ikut OSN kimia (walau langsung gugur di tingkat kabupaten), sambil juga sering pergi ke event-event jejepangan dan ikut lomba jejepangan kayak lomba tebak lagu anime, padahal gue berencana masuk jurusan arsitektur. Gak nyambung emang, dan walaupun gue suka menjalaninya, tapi gue sedikit khawatir, takutnya kebanyakan menjalani sesuatu yang gak berhubungan cuma memecah fokus gue untuk sesuatu yang bener-bener “penting”.

Ini bener-bener bikin gue galau, termasuk galau juga mau ambil jurusan apa. Gue udah rencana masuk arsitektur cuma karena itu emang cita-cita gue dari kecil, dan gue takut gue salah pilihan. Gue baru tahu saat itu, ternyata ketika kita (merasa) bisa di banyak hal (atau tidak memiliki satu subjek yang bener-bener dominan yang jadi kesukaan), kita akan semakin takut mengambil keputusan. Kita bener-bener takut ngebayar opportunity cost dari pilihan yang kita ambil, dan seiring dengan berjalannya waktu, kita akan dihadapi oleh pilihan-pilihan serupa yang mempersempit pilihan kita sehingga semakin lama semakin mengerucut. Gue takut kehilangan pilihan untuk jadi programmer atau astronot kalau gue milih arsitektur daripada ilmu komputer atau astronomi.


Dan gue takut ketika gue udah menjalani arsitektur dan di tengah jalan gagal atau apa, gue akan melihat ke belakang dan berpikir "dulu aja gue ambil ilmu komputer, pasti dengan kemampuan gue, gue bisa berhasil di sana", atau sastra inggris, atau astronomi because It's not like I hate english or anything, back in the school right? Gue takut menyesal. Waktu itu gue iri sama temen-temen gue yang bisa ngomong dengan gampang "gue benci matematika dah! Pokoknya gue gamau kuliah di jurusan yang ada matematikanya! Gue mau ambil bahasa aja", atau "okelah gue gabisa fisika, tapi jangan tanya kalo maen bola" karena mereka keliatan lebih yakin mau kemana daripada gue. Gue iri, WAKTU ITU. Heck, bahkan ini berlaku ke hal-hal kecil kayak milih job di game online. Gue pengen jadi knight tapi di game yang lain gue juga knight, coba yang lain aja deh, swordsman deh, eh tapi gak keren gak pake heavy armor, apa archer aja ya belum pernah jadi archer dan enak bisa nyerang jarak jauh, tapi ribet beli panah nya, apa sorcerer aja ya bisa pake magic, tapi gak suka bawa-bawa tongkat. AAAAAAAAAGH!

Sampailah pada kelas 3 SMA, gue langganan Zenius untuk persiapan menghadapi SBMPTN cause you know, gue gak yakin bakal keterima SNMPTN karena walaupun ranking gue stabil masuk 3 besar terus pas SMA, tapi nilai gue naik turun kayak poni member JKT48 lagi joget. Gue gak akan banyak cerita tentang metode mengajar zenius yang bener-bener efektif, yakni dengan ngajarin bener-bener dari konsep (salah satu yang ngena banget bagi gue waktu belajar tentang lingkaran yang dari dulu gue pusing karena banyak banget rumusnya. Di awal video, gue gak nyangka bakal ditanya “apa itu lingkaran?”, dan gue baru sadar kalau gue selama ini gak tahu apa itu lingkaran sebenarnya, dan ternyata memahami definisi lingkaran di awal pelajaran aja bisa membuat gue gak perlu ngapalin banyak rumus yang biasanya harus diahafal banget). Ya, pasti udah banyak yang nyeritain tentang metodenya zenius, dan bagaimana metode belajar yang seperti itu membantu mereka masuk ke PTN inceran—sebagaimana gue juga bisa masuk kampus gue sekarang, Arsitektur Universitas Brawijaya—tapi di sini gue bakal banyak cerita gimana dilema gue tadi bisa gue temuin jawabannya (secara tidak langsung) melalui belajar di zenius, atau lebih tepatnya belajar DENGAN tutor-tutor zenius.


Gue belum pernah bertemu langsung in flesh dengan salah satu tutor zenius sama sekali, gue cuma belajar lewat video di websitenya dengan beli voucher premium, tapi sebagaimana ketika kita mendengar perkataan yang bagus, kita mulai melihat siapa yang mengatakannya. Dalam hal ini, gue mulai kepo lebih dalam siapa sosok-sosok yang mengajari gue dengan metode seru ini yang selama ini cuma gue denger suaranya doang (stalking mode: on). Dari hasil kepo-kepo itu, dari ngeliat twitter, facebook, tullisan-tulisan di blog zenius, dan tentu saja video mereka di website zenius sendiri, gue mendapati bahwa kebanyakan tutor-tutor zenius menguasai banyak bidang, gak cuma jago di bidang yang merupakan field dari jurusan yang mereka ambil pas kuliah doang, tapi juga tetep update dan ngerti bidang-bidang lainnya. Mereka menginspirasi gue secara tidak langsung, kenyataan bahwa mereka jago di banyak hal menginspirasi gue, kalau mau pelajarin sesuatu, ya pelajarin aja. Gak dosa pelajarin sesuatu yang gak sesuai jurusan. Gak dosa pelajarin sesuatu yang kita penasaran. Gak usah pake mikir nanti bakal berguna apa nggak, bakal mecah fokus apa nggak. Belajar ya belajar aja.

Gue tidak mengatakan akhirnya gue menemukan pembenaran melalui tutor-tutor zenius, karena mencari pembenaran dari orang lain atas sesuatu di hidup kita itu gak baik, kita tidak boleh bergantung pada pembenaran dari orang lain, kita butuh keyakinan dari diri kita sendiri atas keputusan di hidup kita. Namun kenal tutor-tutor zenius mengubah paradigma gue yang sebelumnya kalau belajar itu serius, belajar itu harus direncanakan, belajar itu harus pilih-pilih, belajar itu sakral, belajar itu eksklusif buat orang-orang rajin, menjadi belajar itu mengalir aja, belajar itu dimana aja, kapan aja, belajar itu gak usah dibikin pusing, belajar itu gak eksklusif, belajar itu ringan, belajar itu… casual (ya, itu kata yang gue cari). Learning is a journey, not a race. Kalau kita penasaran sama sesuatu dan pengen tahu jawabannya, yaudah cari tahu aja. Kalau gue lagi nongkrong di café dan tiba-tiba penasaran kenapa meja di café harus bunder? Yaudah googling aja, itu bisa bikin kita belajar hal baru. Belajar jadi menyenangkan dan ringan.

Semenjak itu, mata gue jadi lebih terbuka dan bisa melihat orang-orang lainnya yang juga jago di banyak hal. Gue baru tahu ternyata di Inggris sana ada mbak-mbak namanya Naziyah Mahmood yang seorang ilmuan luar angakasa yang juga seniman, yang juga penulis puisi, yang juga master bela diri yang mempelajari banyak ilmu bela diri (jujitsu, european fencing, shotokan karate, laida, haidong gumdo).

TEBAS AKU, MBAK! TEBAS AKU!
Gue jadi tahu bahwa ada yang namanya Randall Munroe, ilmuan NASA yang sekarang udah keluar dan fokus bikin webcomic di  dimana komiknya ngebahas pertanyaan-pertanyaan konyol yang dijawab dengan serius berdasarkan sains (btw dia udah ngeluarin buku yang diambil dari komiknya, What If?: Serious Scientific Answers to Absurd Hypothetical Questions , keren banget, harus baca). Gue jadi tahu ada yang namanya John Green, seorang penulis novel terkenal yang juga ngajar sejarah, literatur dan sains di youtube, yang juga co-founder dari Vidcon yang padahal jurusan kuliahnya dulu adalah bahasa Inggris dan ilmu agama, yang oh orang ini sangat menginspirasi gue. Gue menemukan I've found my people-momment layaknya Mabel saat pertama kali bertemu Grenda dan Candy (Gravity Falls, anyone? Just me?)


Terus apakah itu berarti gue udah menemukan jawabannya adalah “lebih baik tahu sedikit dari banyak hal”?

Tadinya gue pikir juga gitu, tapi kata “tahu sedikit” ini sangat mengganggu gue. Karena tahu sedikit atau hanya sebagian itu berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari tidak mengetahui, Stephen Hawking bilang “The greatest enemy of knowledge is not ignorance, it is the illusion of knowledge.” Jadi lebih baik “tahu banyak dari banyak hal” daripada “tahu sedikit dari banyak hal”. Nah, “tahu banyak” nya ini seberapa? Dalam hal ini gue setuju dengan quote "if you can't explain it simply you don't understand it well enough" (tadinya gue mau nulis kalau ini quote Einstein, tapi setelah googling untuk mencari tahu ternyata gak nemu kepastian). Jadi selama kita belum bisa menjelaskan sesuatu dengan sederhana, kita belum bener-bener paham, dan harus belajar lagi sampai bener-bener paham, sampai bener-bener dapet “oooh-momment” kalau kata Bang Wisnu. Mempelajari sesuatu dengan mindset bahwa kita akan mengajarkan lagi apa yang kita dapat memang akan membuat kita mempelajarinya dengan lebih utuh. Kita akan cek ulang kalau ada salah-salah fakta dan kita akan berusaha menjelaskan dengan sesederhana mungkin biar yang denger paham, dan untuk melakukan itu kita harus bener-bener paham dulu apa yang mau disampaikan.

Gue pun coba menerapkan ini, dengan bikin vlog dimana gue mencoba menjelaskan bermacam hal. Jadi setiap gue penasaran dengan sesuatu, kayak apakah spoiler itu benar merusak keseruan nonton? mungkinkah manusia bisa membuat gundam? atau kenapa tahun baru harus tanggal 1 Januari? Gue akan mencari jawabannya, mempelajarinya, dan gue akan nulis script, dan menjelaskannya melalui video sesimpel mungkin dengan bahasa gue dengan harapan bisa lebih mudah dipahami. Silahkan dinilai sendiri deh apa penjelasan gue sudah cukup simpel dan komunikatif heuheu.



Dalam hal ini, Influence terbesar gue adalah channel vlogbrothers nya John Green dan Hank Green, juga Vsauce. Melalui mereka, dan channel-channel lainnya di youtube seperti Crash Course, SciShow, Smarter Everyday, wisecrack, dsb, gue berkenalan dengan genre video Edutaiment, genre yang menggabungkan antara education dan entertaiment, jadilah video yang menghibur dan menyenangkan sekaligus juga mendidik dan menambah wawasan. Biasanya formula yang digunakan video-video edutaiment adalah menambahkan konteks pada sesuatu yang mau dipelajari (kayak postingan-postingan di blog zenius juga nih), atau berangkat dari pertanyaan-pertanyaan sederhana yang ternyata untuk menjawabnya kita akan belajar banyak hal. VSauce dan Smarter Everyday biasanya berangkat dari pertanyaan sehari-hari, sedangkan channel seperti wisecrack suka menambahkan elemen budaya pop dalam videonya, seperti di salah satu video yang menjelaskan teori psikologi operant conditioning nya Skinner dengan perumpamaan Mario Bros.Belajar tidak lagi hanya mudah dipahami, tapi juga menghibur.



Di Indonesia sendiri setahu gue baru channel Kok Bisa? yang bergenre edutaiment ini, dimana pertanyaan-pertanyaan dijelaskan dengan penjelasan dan animasi yang lucu. Maka gue mencoba mengisi ruang itu dengan vlog gue yang baru aktif lagi 2015 ini.

Gue gak bilang kalau fokus pada satu hal dan memiliki spesifikasi keahlian tertentu adalah hal yang salah, atau tahu sedikit dari banyak hal lebih biak buat kamu daripada tahu banyak dari sedikit hal, it's your call. Gue cuma mau bilang kalau tidak apa-apa untuk mempelajari segala sesuatu yang kita senangi dan kita penasaran, dan belajar lewat zenius membuat gue menyadari itu. Karena pada dasarnya gak ada ilmu yang terpisah, gak ada yang gak nyambung, satu ilmu pasti berhubungan dengan yang lain, ketika kita nemu titik pertemuan antara dua hal yang kita pelajari dan kita senangi, pasti bakal ada sensasi wah tersendiri.

Kebetulan di jurusan yang gue tekuni yakni arsitektur, merupakan pertemuan dari berbagai macam ilmu, ada seni, fisika, geografi, sejarah, ekonomi, psikologi, sosiologi, dan banyak lagi, yang membuat kebiasaan gue untuk pelajarin apa aja akhirnya nemuin titik temu. Gue juga inget waktu keterima di arsitektur, gue mention Bang Pras, kalo gue pengen tetep belajar biologi, lalu Bang Pras ngasih tahu tentang penemuan pilot project gedung yang energinya diambil dari fotosintesis alga pada fasad bangunannya.





Wah ternyata arsitektur dan biologi bisa berhubungan. Atau ketika gue tahu NASA bikin sayembara hunian di Mars yang diikuti oleh firma-firma arsitektur terkenal di dunia, wah ternyata arsitektur bisa berhubungan juga sama astronomi. Dan pastinya masih banyak lagi titik temu-titik temu yang bisa kita temukan.

Belajar di zenius mengajari gue banyak hal, ngajarin mata pelajaran (yaiyalah), ngajarin untuk berpikir rasional dan saintifik, tapi yang paling ngena buat gue ya ini, ngajarin kalau gak usah takut pelajarin banyak hal. Karena belajar itu adalah perjalanan, bukan balapan, bukan batu loncatan. Dan semoga semakin banyak orang Indonesia—terutama anak muda—yang menemukan bahwa belajar tidak hanya sebuah perjalanan, namun juga perjalanan yang menyenangkan.

ENJOY YOUR DAY!

Ditulis oleh Ramy Dhia
Seorang mahasiswa arsitektur yang mencintai dunia desain, teknologi, pop culture, dan penulisan. Ngeblog sejak 2010 dan mulai ngeVlog di Youtube sejak 2014. Hobi nonton TV Series dan merupakan pemain abadi dari game Harvest Moon: Back to Nature.
NB: Bercita-cita ingin menguasai dunia.


You Might Also Like

27 comments

  1. Keren bgt catatennya. Ini juga yg jadi pertanyaan saya :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih.. Semoga bisa sedikit memberi pandangan

      Hapus
  2. Iya kak se7. Baru Kok Bisa? Yg videonya gokil dan buat kita ngikik. Keren isi blog kakak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, semoga nanti banyak channel-channel serupa yang bisa nambah pengetahuan sekaligus seru..
      makasih ya :D

      Hapus
  3. Dua hal yang gak sengaja tertanam setelah kenal sama zenius, 'mencari pembenaran atas sesuatu' sama 'mencari titik temu'. Same here! Gak bisa belajar satu hal doang, pengen belajar banyak hal. Btw, tulisannya bagus!

    BalasHapus
    Balasan
    1. to quote John Green "seperti seorang kartografer setelah menemukan suatu pulau lalu berkata "pasti masih banyak pulau lainnya" kemudian melanjutkan pelayaran untuk meluaskan peta nya" :)

      terimakasih~

      Hapus
  4. Stuju sama atas gw. Dari zenius, gw jadi susah nerima ilmu baru mentah2 wkw :D

    BalasHapus
  5. You deserve to win! Keren banget tulisannya :) #Respect!

    BalasHapus
  6. Saya juga ngikuting Gravity Falls... *lah salah fokus
    Btw nginspirasi nih! Sy di zenius juga jadi belajar hal-hal lain "di luar cita cita" :D

    BalasHapus
  7. Saya juga ngikutin Gravity Falls kok.. *lah salah fokus
    INspiring! Ga cuma belajar di "field-nya", kalo kata orang2 fokus xD

    BalasHapus
  8. satu kata yang muncul pas webpage nya muncul adalah "gila desain blog nya keren" dan pas selesai baca ternyata gak cuma desain nya yang keren tapi isi dalem dalem nya juga keren. terimakasi kakak atas inspirasinya.

    BalasHapus
  9. Oooh.. jadi lo anak zenius juga, ya? Gile gile gile, baru tau gua. Kalo gitu pas kemarin kita ketemu di acara ultah Huawei, gua nanya2 elu terus, ya wkwkwk.

    Btw, lo ada cerita lolos SBMPTN arsitektur gara-gara pake zenius nggak? Gua pengin baca buat motivasi, atau gua bisa nanya-nanya langsung ke lo gitu. Huehehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha iya ham.. kalo cerita lolos SBMPTN sih belum pernah bikin, cuma pernah bikin tulisan tentang tes SBMPTN nya sendiri di sini http://www.ramydhia.com/2013/07/jadi-sbmptn-tuh-gini.html cuma kayaknya gak memotivasi sih...

      kalo mau nanya-nanya monggo aja langsung ke twitter atau ask.fm kalo mau ham

      Hapus
  10. Bagus bgt artikelnya... Aku juga begitu, terkadang suka berpikir, nyari banyak hal itu, wasting time gak si? Aku masih bingung, jadi intinya lebih baik tahu sedikit dari banyak hal ya? Gak fokus XDDDD

    BalasHapus
    Balasan
    1. gak mencoba bilang lebih baik yang mana sih, yg penting kalo kamu suka nyari banyak hal, gak perlu merasa bersalah dan lakuin aja XD

      Hapus
  11. saran gan, kalo nulis coba paragrafnya dipendekin biar gak lelah mata gw bacanyaaa u,u
    kalo 1 paragraf isinya bejibun gitu kayanya semangat baca gw ilang deh ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kayaknya ini udah pendek-pendek sih, tapi thanks sarannya

      Hapus
  12. gambar thumbnailnya, itu episode Sherlock yang si Sherlock bilang gak ngapalin rasi bintang karena menurutnya itu informasi yang gak berguna dan cuma menuh-menuhin kepalanya. Eh ternyata di kasus di episode itu, pengetahuan tentang rasi bintang itu berguna juga buat mecahin kasusnya, gak disangka-sangka.

    sama kayak yang mau coba dibilang di postingan ini. Nice :)))

    BalasHapus
  13. Kereeenn parahhh..!! Thanks bgt buat bwt tulisannya, serasa nemu diri sendiri.. Hehe..
    Pertanyaannya gimana kalo ada masalah lain yg ikut nimbrung di masalah kita ? Contohnya org tua yg pgn kita di jurusan pilihan mereka.

    BalasHapus
  14. Keren banget ka ! Kebetulan gua juga orangnya penasaran sama banyak hal. Jadi ,dikit" gua browse ,sampe kalau ada vid nya gua tontonin ,dannnn kuota pun habis wkwkwk. Atau ga , sampe gua beli buku" . dan sekarang ,sampe ikut ekskul sains cobaa :D Hahah. Like ths article. Ty

    BalasHapus

Page Ranking Tool
DMCA.com

I'm in

postimage
Mutsurini Team
Komunitas Online Kab.Tangerang Warung Blogger